renares.wordpress diblokir!


25/03/16

Yeay! Alhamdulillah renares.wordpress sudah aktif lagi. Beberapa hari ini blog nggak bisa diakses. Kirain aplikasinya error. Coba re-install sekian kali masih nihil. Coba buka di browser eh ada pengumuman kalau blog ini diblokir karena melanggar terms of service! Menurut user guidelines, bisa disebabkan karena ada illegal content/conduct dalam materinya. Sebelah mananya dari blog ini yang isinya demikian cobaa.. Adoi..

Buru-buru dong send error report ke wp.. Alhamdulillah, nggak lama dibales, katanya sudah di-review lagi dan blog ini boleh aktif kembali.

Your site was mistakenly flagged by our automated anti-spam controls.

Komentar saya cuma, “kok bisa siyh…”

Ustadz, Aku Ingin Poligami


15/03/16

Copas dari:
http://www.fotodakwah.com/2016/01/catatan-kajian-ustadz-aku-ingin.html?m=1#ixzz42vhlD0bX

• • • • •

Ustadz… Aku Ingin Poligami
Oleh: Ustadz DR. Syafiq Riza Basalamah

Agama Islam adalah agama yg sempurna, agama yang sesuai dg fitrah manusia, agama yang tidak memberatkan manusia. Poligami bukan syariat baru, karena umat-umat sebelumnya berpoligami. Islam datang untuk membatasi. Islam menyempurnakan. Seperti hal-nya perbudakan, sebelum Islam ada, perbudakan sudah ada. Poligami adalah syariat Allah dan sunnah Rasul.

Ukuran kebaikan seseorang adalah takwa kepada Allah, bukan yang istrinya banyak. Hukum poligami adalah sunnah.
Perintah Allah itu dibagi dua ada yg dicintai manusia dan ada yang tidak dicintai manusia. Menikah adalah perintah yang dicintai oleh laki-laki dan perempuan, tapi poligami tidak dicintai oleh wanita. Di dalam poligami ada dua perintah yaitu perintah utk menikah dan perintah utk berbuat adil.

An Nisa 3
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Jumhur ulama tentag perintah poligami hukumnya adalah diperbolehkan, hukumnya bisa jadi wajib apabila dia takut berbuat zina. Sesuatu yang mubah akan menjadi baik dengan niat yang baik, niat ingin punya anak-anak yang sholeh.
Poligami indah akan tetapi banyak yang merusaknya sehingga menganggap sesuatu yang jelek.

Ibnu Abbas: sesungguhnya umat yang paling baik adalah yang banyak istrinya. Makna kalimat itu adalah apabila ada dua orang sama-sama baik ibadahnya, shalatnya baik dll tapi yang satu memiliki istri satu yang lain memiliki lebih dari satu, maka menurut Ibnu Abbas yang nomor dua lebih baik. Makna lain kalimat tersebut adalah yang terbaik adalah Rasulullah. Pihak yang merasa sengsara terhadap poligami adalah wanita, rasa berat tersebut adalah hal yang wajar, seperti lelaki membenci jihad-berperang di jalan Allah. Ini adalah hal yang wajar, tapi jangan membenci hukum poligaminya.

Zaman sekarang ini kalau ada orang ke tempat pelacuran itu merupakan hal yang biasa tapi kalo org berpoligami langsung heboh – dianggap salah berat.
Para sahabat Rasul yg dijamin masuk sorga semua berpoligami. Mana manusia yg lebih baik dr Rasul dan para sahabat. Dalam satu waktu maksimal hanya 4 istri.
Abu Bakar istrinya 5 (tdk dalam waktu yg sama).
Utsman bin Affan istrinya 8 (tdk dalam waktu yg sama).
Umar bin Khattab istrinya 4 (tdk dalam waktu yg sama)
Ali bin Abi Thalib istrinya 9 (tdk dalam waktu yg sama).

Poligami di luar Islam, menurut non-muslim, tidak dilakukannya poligami maka akan membuat jumlah wanita lebih banyak dan perzinahan lebih banyak.

Penyebab sedikitnya poligami:
1. Aturan yg memberatkan disuatu negeri, di Indonesia, Tunisia.
2. Banyak orang yang tidak mengerti agama, orang lebih memilih ke tempat pelacuran daripada poligami.
3. Pendidikan sekolah dan media yang merusak, banyak sinetron bercerita tentang suami yang tidak adil dalam berpoligami.
4. Adanya lelaki yang gagal berpoligami, sering dijadikan alasan oleh wanita.
5. Gaya hidup masa kini, kalo dulu kakek-kakek kita menikah lagi, nggak ada masalah. Kalau sekarang ada yang poligami, langsung disebar di medsos.

Syarat2 poligami :
1. Mampu fisiknya, jgn org yg sakit2an poligami.
2. Mampu secara financial, suami harus memberi nafkah kpd istri2nya.
3. Mampu berbuat adil dan me-manage rumah tangga, hrs bisa management conflict. Adil adalah menempatkan sesuatu pd tempatnya, bukan sama rata.

An Nisa 129
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Yg dimaksud ayat diatas adalah dalam hal cinta maka manusia tdk mampu berbuat adil, kadang lebih condong kpd yg satu. Contoh : kita punya anak 3 maka pasti kita akan lebih mencintai salah satu diantaranya karena mungkin dia penurut dll, bukan artinya tdk cinta dg yg lainnya. Jadi laki2 yg berpoligami harus adil dalam hal yg lainnya, yaitu waktu menginap, memberi nafkah.
Laki2 hrs adil dlm semua hal yg dia mampu utk adil.

At Talaq 6
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ

“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”

Kecemburuan para istri2 adalah wajar sampai2 istri2 Rasul jg cemburu dg yg lainnya, Aisyah cemburu kpd Khadijah padahal mereka tdk pernah bertemu. Ketika di rumah Aisyah , Rasul menerima makanan dr istri yg lain dan Aisyah melempar piring tsb, tapi Rasul tdk marah malah berkata kpd para tamunya bahwa Ibu kalian sedang cemburu, dan akhirnya Aisyah sadar.

Menolak hukum poligami adalah haram. Wanita yg minta cerai pd laki2 yg berpoligami adalah berdosa. Tapi apabila wanita minta cerai sama suami karena suaminya setelah poligami, tdk mampu adil atau wanita itu takut tdk kuat, maka boleh hukumnya.
Boleh hukumnya menikah lagi karena alasan kebutuhan seks, jauh lebih baik poligami dibanding berzina.
Dalam poligami tidak dituntut adil dalam cinta, dalam hal lainnya harus adil. Orang yg berpoligami dg sabar maka akan memperoleh pahala kesabarannya.

Rekaman kajian berikut dapat dilihat:

Posted from WordPress for Android

Mengikuti Gaya Orang Kafir (Tasyabbuh)


23/10/15

Bismillah,

Mengikuti Gaya Orang Kafir (Tasyabbuh)

Sunnatullah, orang muslim akan mengikuti jejak orang kafir. Berikut hadits-hadits yang berkaitan:

Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah ﷺ, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
 
Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nasrani dalam sebagian perkara (lihat Majmu’ Al Fatawa, 27: 286).

Syaikhul Islam menerangkan pula bahwa dalam shalat ketika membaca Al Fatihah kita selalu meminta pada Allah ﷻ agar diselamatkan dari jalan orang yang dimurkai dan sesat yaitu jalannya Yahudi dan Nasrani. Dan sebagian umat Islam ada yang sudah terjerumus mengikuti jejak kedua golongan tersebut (lihat Majmu’ Al Fatawa, 1: 65).
 — Allah ﷻ murka pada mereka, kenapa pula kita mencontohnya?

Larangan Tasyabbuh

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”
(HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
 
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya; Rasulullah ﷺ bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah?
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).
 
Kapan Disebut Tasyabbuh?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Patokan disebut tasyabbuh adalah jika melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang yang ditiru. Misalnya yang disebut tasyabbuh pada kafir adalah seorang muslim melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang kafir. Adapun jika sesuatu sudah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin dan tidak jadi kekhasan atau pembeda dengan orang kafir, maka tidak lagi disebut tasyabbuh. Seperti itu tidaklah dihukumi tasyabbuh, namun bisa jadi dinilai haram dari sisi lain.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3: 30).
Contoh: kerah pakaian pendeta
 
Perbuatan tasyabbuh yang dilakukan kaum muslimin sangat bervariasi. Perbuatan ini merambah berbagai wilayah ajaran agama. Tasyabbuh tidak hanya melanggar batas-batas moral, namun juga menerobos prinsip-prinsip akidah dan ibadah.

1. Tasyabbuh dalam akidah
Bentuk tasyabbuh yang terjadi pada tataran akidah diantaranya begitu beragam. Sejumlah perbuatan syirik atau wasilah menuju perbuatan tersebut diantaranya diwarnai oleh sikap tasyabbuh.

• Bersikap qhuluw (melampaui batas) dalam meyakini kedudukan para nabi dan orang-orang shaleh. Kegiatan ritual dalam rangka mengagungkan kubur para wali dan orang-orang shaleh bukan hal baru. Di negara-negara kaum muslimin, kegiatan ini sudah sangat lumrah. Mereka menganggap bahwa melakukan ibadah seperti shalat, berdo’a, membaca al-Quran di kubur orang shaleh, bahkan bertawasul dengan mereka adalah ibadah yang diridhoi oleh Allah ﷻ.

Mereka tidak menyadari bahwa kegiatan-kegiatan itu mengandung kesyirikan atau sebagai sarana kepadanya yang dapat membahayakan akidahnya. Perbuatan ini telah diwanti-wanti oleh Nabi sebagai perbuatan orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nasrani.

Dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah bersabda, “laknat Allah atas orang Yahudi dan Nasrani, ketika mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).” (Hadis Riwayat Bukhari Muslim)
Membangun mesjid di atas kuburan, thawaf mengelilingi kuburan, bertabaruk (meminta berkah) dari kubur-kubur itu jelas melanggar larangan Nabi di atas.
Perbuatan tersebut adalah kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang dilaknat oleh Allah. Sikap qhuluw kepada Nabi juga banyak dilakukan kaum muslimin saat ini dengan acara-acara yang di dalamnya disenandungkan pujian dan syair yang mengandung panyandaran sifat kepada Rasulullah yang tidak layak baginya.
DarI Umar, beliau berbicara di atas mimbar,
“Saya mendengar Nabi bersabda, “Janganlah kalian berlebih-lebihan memuji kepadaku, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan kepada putra Maryam, aku hanyalah hamba Allah, maka katakanlah abdullah wa rasuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya).” (Hadir riwayat Bukhari)
 
2. Tasyabbuh dalam ibadah
Dalam ibadah, praktek tasyabbuh tidak kalah banyak. Salah satunya adalah acara-acara peringatan hari besar selain hari raya idul fitri dan idul adha yang marak dilakukan oleh kaum muslimin. Seperti merayakan maulid Nabi, isra mi’raj, tahun baru hijriyah, nishfu sya’ban, hari asyura dan lain lain.
Peringatan-peringatan ini tidak pernah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kegiatan itu justru berasal dari kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka selalu menjadikan hari yang dianggapnya spesial sebagai hari raya. Dari dua sisi ini; penyerupaan dengan orang kafir dan tidak disyariatkannya oleh Allah dan Rasulullah, perbuatan tersebut haram dilakukan.
 
3. Tasyabbuh dalam akhlak
Diantara perbuatan tasyabbuh dalam prilaku dan akhlak adalah pergaulan bebas.
Pergaulan antara lawan jenis menjadi tidak berbatas. Dengan bebasnya kaum laki-laki dan perempuan bergaul, bertemu, berpasang-pasangan tanpa hubungan yang halal, bahkan berzina dengan tanpa rasa malu. Hamil di luar nikah, sudah bukan barang baru lagi kita temukan dalam masyarakat yang notabene kaum muslimin.
Nikah dengan sesama jenis
Emansipasi wanita/persamaan gender

Syaikh ‘Utsaimin ditanya tentang hukum memakai topi, apakah itu termasuk tasyabbuh?
 
Beliau menjawab, “Aku akan memberikan suatu kaedah penting padamu –barakallahu fiik, semoga Allah senantiasa memberkahimu-, hukum mengenakan topi tersebut adalah boleh baik dilihat dari jenis dan caranya. Jika ada yang mengatakan bahwa mengenakan semacam ini adalah haram dilihat dari jenis dan caranya, maka ia harus mendatangkan dalil. Mengenakan topi termasuk dalam kaedah ini. Jika topi semacam ini bagian dari kebiasaan orang-orang Nasrani dan orang kafir, maka topi tersebut menjadi haram. Karena Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai (tasyabbuh) suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
 
Jika topi tersebut bukan lagi menjadi bagian dari tradisi non muslim bahkan sudah tersebar luas di tengah-tengah manusia, orang kafir mengenakannya, begitu pula kaum muslimin, maka tidak mengapa mengenakan topi semacam itu. Akan tetapi aku khawatirkan bahwa yang memakai topi semacam ini di dalam hatinya ada maksud meniru-niru budaya Nasrani atau orang kafir. Oleh karenanya, dari sisi ini terlarang karena terdapat unsur mengagungkan non muslim dan meniru-niru mereka (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 118.)

*copas catatan kajian ilmu syar’i

Belajar Ilmu Agama Islam di Dunia Maya


02/10/15

Tidak ada lagi alasan atas ketidaktahuan atau kesulitan mendatangi majelis ilmu, ya? Situs-situs ilmu Islam yang valid begitu banyak bertebaran di dunia maya, tinggal klik saja bahkan dari genggaman tangan kita…

WEBSITE ILMU WAJIB STALKING

http://www.yufid.com/ (Islamic Search Engine – Mesin Pencari Ilmu Islam)
muslim.or.id
nasehat-muslim.blogspot.com
http://lidwa.com/app/ (Kitab Hadits Terjemahan)
http://konsultasisyariah.com/ (Konsultasi Syariah)
http://muslim.or.id/soaljawab/ (Tanya-Jawab Agama Islam)
http://www.kajian.net/kajian-audio/Ceramah (Kumpulan Ceramah/kajian Islam)
http://english.islamway.com/sindex.php?section=erecitorslist (Download murottal / Qiroah Al Qur’an)
http://www.ahsan.tv/video-kajian/videos (Download Video Kajian Ilmiyah)
http://yufid.org/mufiidah-perpustakaan-islam-digital/ (Perpustakaan Islam Digital)

WEBSITE ILMU ISLAM

http://www.alsofwah.or.id/
http://muslim.or.id/
http://www.abuayaz.co.cc/
http://abuzuhriy.com/
http://alqiyamah.wordpress.com/
http://pengusahamuslim.com/
http://almanhaj.or.id/
http://ahlulhadiits.wordpress.com/
http://assunnah-qatar.com/
http://salafiyunpad.wordpress.com/
http://www.salafy.or.id/
http://www.darussalaf.or.id/
http://darussunnah.or.id/
http://almakassari.com/
http://kaahil.wordpress.com/
http://www.mufiidah.net/
http://ekonomisyariat.com/
http://ainuamri.wordpress.com/
http://ahlussunnah.info/
http://www.raudhatulmuhibbin.org/
http://www.daarussunnah.co.nr/
http://salafyitb.wordpress.com/
http://assunnah.web.id/
http://annaufal.co.cc/
http://quranicaudio.com/
http://ulamasunnah.wordpress.com/
http://perpustakaan-islam.com/
http://samuderailmu.wordpress.com/
http://www.desasalaf.co.cc/
http://ngaji-online.com/
http://haditsarbain.wordpress.com/
http://badaronline.com/
http://arabindo.co.nr/
http://moslemsunnah.wordpress.com/

WEBSITE AKHWAT, MUSLIMAH DAN REMAJA

http://muslimah.or.id/
http://remajaislam.com/
http://akhwat.web.id/
http://jilbab.or.id/
http://sobat-muda.com/
http://menikahsunnah.wordpress.com/
http://ummusalma.wordpress.com/
http://shalihah.com/
http://ummushofiyya.wordpress.com/

WEBSITE/BLOG PARA USTADZ

http://www.kajianislam.net/ (Ust Abdullah Hadrami)
nasehat-muslim.blogspot.com (Ust Abdullah Elbadr)
http://rumaysho.com/ (Ust Muhammad Abduh)
http://abusalma.net/ (Ust Abu Salma Al Atsary)
http://abusalma.wordpress.com/ (Ust Abu Salma Al Atsary)
http://nasihatonline.wordpress.com/  (Ust Sofyan Chalid Ruray)
http://al-atsariyyah.com/ (Ust Hammad Abu Muawwiyah)
http://abul-jauzaa.blogspot.com/ (Ust Abu al Jauzaa)
http://firanda.com/ (Ust. Firanda Andirja)
http://abuyahyabadrusalam.com/ (Ust Badrusalam, Lc)
http://ustadzkholid.com/ (Ust Kholid Syamhudi, Lc)
http://ustadzaris.com/ (Ust Aris Munandar, SS)
http://media-ilmu.com/ (Ust Zainal Abidin, Lc)
http://abuhaidar.web.id/ (Ust Abu Haidar)
http://ahmadsabiq.com/ (Ust Ahmad Sabiq)
http://abuzubair.net/ (Ust Abu Zubair Al Hawary)
http://abumushlih.com/ (Ust Abu Mushlih)
http://ustadzfaiz.com/ (Ust Ahmas Faiz Asifuddin)
http://ustadzmuslim.com/ (Ust Abu Isma’il Muslim Al Atsari)
http://noorakhmad.blogspot.com/ (Ust Abu Ali)
http://abu0dihyah.wordpress.com/ (Ust Marwan)
http://abuthalib.blogspot.com/ (Ust Andy Abu Thalib al Atsary)
http://basweidan.wordpress.com/ (Ust Abu Hudzaifah al Atsary, Lc)
http://alhujjah.wordpress.com/ (Ust Abdul Mu’thi)
http://adniku.wordpress.com/ (Ust Adni Kurniawan, Lc)
http://sabilulilmi.wordpress.com/ (Ust Resa Gunarsa, Lc)
http://www.zainalabidin.org/ (Ust Zainal Abidin, Lc)
http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/ (Ustadz Abdullah Roy, Lc)
http://www.ustadzabuihsan.blogspot.com/ (Ust Abu Ihsan Al Atsari)
http://www.alisamanhasan.blogspot.com/ (Ust Ali Saman Hasan, Lc)
http://fariqgasimanuz.wordpress.com/ (Ust Fariq Gazim An-Nuz)
http://abumushlih.com/ (Ust Abu Mushlih Ari Wahyudi)
http://muhammad-assewed.blogspot.com/ (Ust Muhammad As Sewed)
http://albamalanjy.wordpress.com/ (Ust Abu Ubaidillah Al Bamalanjiy)
http://abiubaidah.com/ (Ust Abu Ubaidah As Sidawi)
http://www.serambimadinah.com/ (Mahasiswa Univ. Islam Madinah KSA)
http://abuabdurrahman.com/ (Mahasiswa Univ. Al-Azhar Mesir)
http://addariny.wordpress.com/ (Ust Musyaffa ad Dariniy, Lc)
http://abuabdurrahman.com/ (Ust Abu Abdirrahman, Al Azhar)
http://rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com/ (Ust Abu Khaulah)

SITUS MEDIA ISLAM, TV DAN RADIO STREAMING

1. DAKWAH TV
http://www.dakwahtv.com

2. SARANA SUNNAH TV
http://sss-tv.com/

3. AHSAN TV INDONESIA {channel 11VHF}
http://ahsan.tv/

4. RODJA TV
http://www.rodjatv.com/

RADIO ONLINE LENGKAP

http://belasalafy.wordpress.com/radio-online/

1. RADIO RODJA ~ 756 AM
Area : Jabodetabek, Cileungsi, dan sekitarnya
Alamat Website http://www.radiorodja.com/
Alamat Streaming http://live.radiorodja.com/
Facebook : http://www.facebook.com/pages/Radio-Rodja-756-AM/ 

2. RADIO HANG FM ~ 106 FM
Area : Batam dan sekitarnya
Alamat Website http://www.hang106.or.id/
Alamat Streaming http://radiohang.sytes.net/
http://www.hang106.or.id:1106/

3. RADIO ASSUNNAH
Area : Cirebon dan sekitarnya
Alamat Website http://www.radioassunnah.com/
Alamat Streaming : http://live.radioassunnah.com:8020/

4. RADIO MUSLIM
Alamat : Yogyakarta
Alamat Website http://www.radiomuslim.com/
Alamat Streaming http://live.radiomuslim.com/

5. RADIO SUARA QUR’AN ~ 94,4 FM
Area : Solo dan sekitarnya
Alamat Website http://www.radioarroyyan.com/
Alamat Streaming http://live.radioarroyyan.com/

6. RADIO AL IMAN
Alamat : Surabaya
Alamat Website http://alimanradio.or.id/
Alamat Streaming http://live.alimanradio.or.id/

7. RADIO ARROYYAN
Alamat : Gresik
Alamat Website http://www.radioarroyyan.com/
Alamat Streaming http://live.radioarroyyan.com/

8. RADIO AL BAYAN
Alamat Website http://
Alamat Streaming http://albayan.sytes.net:8024/

9. RADIO NGAJI ONLINE
Alamat Website http://www.ngaji-online.com/
Alamat Streaming http://ngaji-online.sytes.net:8006/

10. RADIO TELAGA HATI
Alamat Website http://abuzubair.net/
Alamat Streaming http://abuzubair.sytes.net:8020/

11. ANNASH RADIO – Jakarta
http://www.annashradio.com/

12. RADIO MU’ADZ – Kendari
http://www.radiomuadz.com/

13. RADIO SYIAR SUNNAH 981 KHz – Yogyakarta
http://syiarsunnah.com/

14. RADIO HIDAYAH 103.4 FM – Pekanbaru
http://hidayahfm.com/

MAJALAH

Majalah As Sunnah (http://majalah-assunnah.com/)
Majalah Al Furqon (http://www.majalahalfurqon.com/)
Majalah Asy Syariah (http://asysyariah.com/old.php)
Majalah Qiblati (http://qiblati.com/)
Majalah EL-FATA (http://majalah-elfata.com/)
Majalah Al Mawaddah (http://www.almawaddah.or.id/)
Majalah Assaliim (http://majalah-assaliim.com/)
Majalah Sakinah (http://majalahsakinah.com/)
Majalah Adz Dzakhiirah (http://majalahislami.com/)

MEMBANTAH SYUBHAT DAN FITNAH

http://tashfiyyah.com/ —> Sedang dalam proses konstruksi
http://belasalafy.wordpress.com/
http://jihadbukankenistaan.com/ —> Membantah Paham Teroris Khawarij
http://www.merekaadalahteroris.com/mat/ —> Membantah Paham Khawarij
http://bantahansalafytobat.wordpress.com/
http://www.gensyiah.com/ —> Bantahan untuk Agama Syiah
http://www.hakekat.com/ —> Bantahan untuk Agama Syiah

SITUS EBOOK

1. http://kt-b.com/index.htm.
Website ini menang dari segi jumlah; mungkin yang terlengkap di dunia maya untuk kitab-kitab Islami, tapi kualitas scan tidak selamanya bagus. Banyak kitab jadul, ketikan tahun 80an.

2. http://www.ahlalhdeeth.com/vb/forumdisplay.php?f=16&pp=50&sort=dateline&order=desc&daysprune=-1.
Di subforum ini; yang merupakan salah satu pelopor upload kitab di dunia maya, hampir setiap hari ada saja member yang upload kitab-kitab.

3. http://waqfeya.com/.
Website ini menang dari segi kualitas scan.

4. http://shamela.ws/
Walaupun format kitabnya bukan scan PDF tapi isi kitabnya sudah di-tashih oleh para pengurus [salah satu keunggulannya: nomor halaman disamakan dengan kitab aslinya-ed]. Maktabah Syamilah yang sekarang berbeda dengan maktabah syamilah yang dulu.

5. http://www.pdfbooks.net/vb/furom76.html
Khusus tesis dan disertasi.

WEBSITE ULAMA ISLAM

* Abdul Azhim Badawi (http://www.ibnbadawy.com/)
* Abdul Aziz Alu Syaikh (http://www.sahab.ws/5600/news/3399.html/)
* Abdul Aziz ar-Rajihi (http://www.sh-rajhi.com/rajhi/
* Abdul Aziz ar-Rayyis (http://www.islamancient.com/
* Abdul Aziz bin Bazz (http://www.ibnbaz.org.sa/)
* Abdul Aziz Bura’i (http://www.alburaie.com/new/index.php/)
* Abdul Muhsin Abbad (http://www.alabad.jeeran.com/)
* Abdul Muhsin Ubaikan (http://www.obaykan.com/)
* Abdul Qadir al-Arnauth (http://www.alarnaut.com/)
* Abdullah al-Fauzan (http://www.alfuzan.islamlight.net/)
* Abdullah azh-Zhafiri (http://www.sahab.ws/6111/)
* Abdullah Jibrin (http://www.ibn-jebreen.com/)
* Abdur Razaq Afifi (http://www.afifyy.com/)
* Abdus Salam Barjas (http://www.burjes.com/
* Abu Abdil Muiz Firkuz (http://www.ferkous.com/rep/index.php/)
* Abu Ashim al-Ghomidi (http://www.abouassim.net/)
* Abu Bakr al-Mishri (http://www.abu-bkr.com/)
* Abu Islam Shalih Thaha (http://www.abuislam.net/)
* Abu Malik al-Juhanni (http://www.abumalik.net/)
* Abu Umar al-Utaibi (http://www.otiby.net/)
* Ahmad Yahya Najmi (http://www.njza.net/web/)
* Ali Hasan al-Halabi (http://www.alhalaby.com/)
* Ali Ridha (http://www.albaidha.net/vb/)
* Ali Yahya al-Haddadi (http://www.haddady.com/)
* Alwi as-Saqqof (http://www.dorar.net/)
* Hisyam al-Arifi (http://www.aqsasalafi.com/)
* Imam al-Ajurri (http://www.ajurry.com/)
* Kholid al-Mushlih (http://www.almosleh.com/index.shtml/)
* Lajnah Daimah (http://www.alifta.com/default.aspx/)
* M Ismail Muqoddam (http://www.m-ismail.com/)
* M. Abdillah al-Imam (http://www.sh-emam.com/)
* M. al-Hamud an-Najdi (http://www.al-athary.net/)
* M. Aman al-Jami (http://www.aljami.net/)
* M. Ibrahim al-Hamd (http://www.toislam.net/)
* M. Khalifah Tamimi (http://www.mediu.org/)
* Majdi Arafat (http://www.magdiarafat.com/)
* Masyaikh Sudan (http://www.marsed.org/)
* Masyhur Hasan Salman (http://www.mashhoor.net/)
* Muhammad Al-Maghrawi (http://www.maghrawi.net/)
* Muhammad al-Utsaimin (http://www.ibnothaimeen.com/)
* Muhammad Musa Nashr (http://m-alnaser.com/
* Muhammad Said Ruslan (http://www.rslan.com/)
* Muqbil bin Hadi (http://www.muqbel.net/)
* Musthofa al-Adawi (http://www.aladawy.info/)
* Nashir al-Barrak (http://albarrak.islamlight.net/)
* Nashirudin al-Albani (http://www.alalbany.net/)
* Robi’ al-Madkholi (http://www.rabee.net/)
* Sa’ad al-Hushayin (http://www.saad-alhusayen.com/)
* Said Abdul Azhim (http://www.al-fath.net/)
* Salim al-Ajmi (http://www.sahab.ws/3250/)
* Salim Ied al-Hilali (http://www.islamfuture.net/)
* Shalih al-Fauzan (http://www.alfawzan.ws/alfawzan/default.aspx/)
* Shalih as-Suhaimi (http://www.assuhaimi.com/)
* Shalih Sa’ad as-Suhaimi (http://WWW.sahab.ws/4435/)
* Sulthan al-Ied (http://www.sahab.ws/3147/)
* Taqiyudin al-Hilali (http://www.alhilali.net/)
* Ulama Yaman (http://WWW.olamayemen.com/html/)
* Wahid Abd Salam Bali (http://www.waheedbaly.com/)
* Yahya al-Hajuri (http://www.sh-yahia.net/)

INFORMASI KAJIAN ILMIYAH

* Jadwal Kajian (http://jadwal.kajian.org/)
* Info Kajian Muslim (http://muslim.or.id/infokajian/)

Tambahan link yang sangat bermanfaat:

http://belasalafy.wordpress.com/link-web-i/
http://belasalafy.wordpress.com/link-web-ii/
http://belasalafy.wordpress.com/web-ln-i/
http://belasalafy.wordpress.com/web-ln-ii/

♻ WAGroup
Ibnu Mas’ud DAKWAH

Aurat Wanita Muslimah


21/09/15

AURAT WANITA MUSLIMAH

Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim: 1467)

 

Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Usamah Bin Zaid. Beliau bersabda,
 
“Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.”
(HR. Bukhari: 5096, Muslim: 2740)

Bahkan betapa umat terdahulu hancur binasa juga gara-gara wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan dalam sabdanya,

“Sesungguhnya dunia ini begitu manis nan hijau. Dan Allah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana perbuatan kalian. Karenanya jauhilah fitnah dunia dan jauhilah fitnah wanita, sebab sesungguhnya fitnah pertama kali di kalangan Bani Israil adalah masalah wanita.” (H.R. Muslim: 2742)

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan kepada kita bahwa,
“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.”
(Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi no. 1173, Ibnu Khuzaimah III/95 dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir no. 10115, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)

Allah Ta’ala berfirman:
“… dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (Qs. An-Nuur: 31)

Batasan Aurat (Perhiasan) Wanita yang Boleh Tampak di Depan Mahram

Batasan aurat wanita di depan suami.

Allah ta’ala memulai firman-Nya dalam surat an-Nuur ayat 31 tentang bolehnya wanita menampakkan perhiasannya adalah kepada suami. Sebagaimana telah diketahui bahwa suami adalah mahram wanita yang terjadi akibat mushaharah (ikatan pernikahan). Dan suami boleh melihat dan menikmati seluruh anggota tubuh istrinya.

Al-Hafizh Imam Ibnu Katsirrahimahullah berkata ketika menafsirkan surat an-Nuur ayat 31, “Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan dan perintah menundukkan pandangan dari orang lain) memang diperuntukkan baginya (yakni suami). Maka seorang istri boleh melakukan sesuatu untuk suaminya, yang tidak boleh dilakukannya di hadapan orang lain.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]

Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُو جِهِمْ حَفِظُونَ ۝ إِلاَّ عَلَى أَزْوَجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُمَلُومِينَ ۝

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.” (Qs. Al-Ma’arij: 29-30)

Ayat di atas menunjukkan bahwa seorang suami dihalalkan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar memandangi perhiasan istrinya, yaitu menyentuh dan mendatangi istrinya. Jika seorang suami dihalalkan untuk menikmati perhiasan dan keindahan istrinya, maka apalagi hanya sekedar melihat dan menyentuh tubuh istrinya. [Lihat al-Mabsuuth (X/148) dan al-Muhalla (X/33)]

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku mandi bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana yang berada di antara aku dan beliau sambil tangan kami berebutan di dalamnya. Beliau mendahuluiku sehingga aku mengatakan, ‘Sisakan untukku, sisakan untukku!’ ‘Aisyah mengatakan bahwa keduanya dalam keadaan junub.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 250) dan Muslim (no. 46)]

Ibnu ‘Urwah al Hanbali rahimahullah berkata dalam mengomentari hadits di atas, “Dibolehkan bagi setiap pasangan suami istri untuk memandang seluruh tubuh pasangannya dan menyentuhnya hingga farji’ (kemaluan), berdasarkan hadits ini. Karena farji’ istrinya adalah halal baginya untuk dinikmati, maka dibolehkan pula baginya untuk memandang dan menjamahnya seperti anggota tubuhnya yang lain.” [Lihat Aadaabuz Zifaaf (hal. 111), al-Kawaakib (579/29/1), dan Panduan Lengkap Nikah (hal. 298)]

Jadi, tidak ada batasan bagi seorang suami untuk melihat keseluruhan aurat istrinya, termasuk kemaluannya.

Batasan aurat wanita di depan wanita lainnya.

 Aurat seorang wanita yang wajib ditutupi di depan kaum wanita lainnya, sama dengan aurat lelaki di depan kaum lelaki lainnya, yaitu daerah antara pusar hingga lutut. [Lihat al-Mughni (VI/562)].

Ibnul Jauzi berkata dalam kitabnya Ahkaamun Nisaa’ (hal. 76),
“Wanita-wanita jahil (yang tidak mengerti) pada umumnya tidak merasa sungkan untuk membuka aurat atau sebagiannya, padahal di hadapannya ada ibunya atau saudara perempuannya atau putrinya, dan ia (wanita itu) berkata, “Mereka adalah kerabat (keluarga).’ Maka hendaklah wanita itu mengetahui bahwa jika ia telah mencapai usia tujuh tahun (tamyiz), karena itu, ibunya, saudarinya, atau pun putri saudarinya tidak boleh melihat auratnya.” Nabi shallallahu “alaihi wa sallam pernah bersabda,

يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَا حِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ .
و في روية : وَلاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عُـرْيَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عُـرْيَةِ الْمَرْأَةِ .

“Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.”

Dalam riwayat lain disebutkan,
“Tidak boleh seseorang pria melihat aurat pria lainnya, dan tidak boleh seorang wanita melihat aurat wanita lainnya”
 [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 338), Abu Dawud (no. 3392 dan 4018), Tirmidzi (no. 2793), Ahmad (no. 11207) dan Ibnu Majah (no. 661), dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu “anhu]

Keterangan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Dalam masalah ini ada rincian dari para ulama. Dan para ulama berselisih pendapat.
Ada yang mengatakan: Aurat wanita di hadapan mahramnya adalah antara pusar sampai lutut. Namun pendapat ini kurang tepat. Yang lebih mendekati kebenaran –Allahu a’lam – adalah bagian tubuh yang biasa ditampakkan. Seperti kepala, leher, anting, atau hasta, tangan, dua telapak tangan, kaki, betis bagian bawah, dan anggota badan yang umumnya terbuka di hadapan mahram dan di dalam rumah. Inilah pendapat yang lebih kuat.

Karena yang lebih utama adalah menutupi selain anggota tubuh di atas, kecuali jika ada kebutuhan, seperti menyusui. Menampakkan buah dada ketika menyusui anaknya di depan mahramnya, seperti saudara, paman, atau yang lainnya, tidaklah kami anggap sebagai perbuatan dosa.

Hanya saja, tidak selayaknya seorang wanita menampakkan buah dadanya ketika menyusui anak, sementara di sekitarnya ada banyak lelaki. Kecuali jika yang ada hanya bapaknya, atau wanita tersebut sudah tua, sementara lelaki yang berada di dekatnya hanya anaknya. Karena wanita yang menampakkan buah dadanya di depan mahramnya, dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Sementara nafsu senantiasa memerintahkan kejelekan, dan setan mengalir di pembuluh darah manusia.

Oleh karena itu, jika seorang wanita harus menyusui anaknya, sementara di sekitarnya banyak lelaki mahramnya, hendaknya dia tutupi bagian dadanya dengan jilbabnya, sehingga tidak ada seorang-pun yang melihatnya.
[Al-Liqa’ as-Syahri, no. 27 Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin.]

Titik perselisihan

Dijelaskan oleh Dr. Ajil Jasim an-Nasymi:
Diharamkan melihat dada wanita mahram, mekipun lelaki itu adalah bapaknya atau saudaranya. Ini adalah pendapat madzhab Malikiyah dan Hambali. Batas aurat bagi mahram adalah selain yang umumnya kelihatan ketika seorang wanita di rumah, meliputi: hasta, rambut, ujung kaki, dan tidak boleh melihat payudara dan betisnya.

Sementara Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bolehnya mahram melihat dada dan payudara. Hanya saja, mereka mensyaratkan bolehnya hal itu jika aman dari fitnah.

Titik perselisihan para ulama dalam memberikan batasan aurat yang dibolehkan untuk mahram disebabkan perbedaan dalam menafsirkan firman Allah
“Janganlah para wanita menampakkan ziinah (tempat hiasan) mereka kecuali kepada suaminya, bapaknya, bapak suaminya (mertuanya), …” (QS. An-Nur: 31)
Mereka berselisih pendapat tentang batasan ziinah (tempat hiasan) di ayat di atas. Barangkali, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat Malikiyah dan Hambali, yaitu terlarangnya melihat bagian tubuh wanita, kecuali yang biasa terlihat di rumah. Ini dalam rangka menutup celah timbulnya fitnah dan syahwat, terutama selain bapak dan saudara.

Tarjih
Pendapat yang lebih mendekati dalam masalah ini adalah tidak bolehnya seorang wanita menampakkan payudaranya di hadapan mahram. Karena potensi timbulnya syahwat antara satu mahram dengan yang lainnya tidaklah sama.
Al-Qurthubi menjelaskan firman Allah di surat an-Nur, ayat 31:
Ketika Allah menyebutkan suami, kemudian Allah menyebutkan beberapa mahram dan Allah menyamakan batasan untuk mereka semua dalam menampakkan ziinah (aurat wanita). Hanya saja, tingkatan mahram berdasarkan gejolak dalam jiwanya, berbeda-beda. Sebagaimana tidak diragukan bahwa menampakkan aurat wanita di depan bapak atau saudaranya jelas lebih aman dibandingkan menampakkan aurat di hadapan anak tirinya. Karena itu, dibedakan batas membuka aurat untuk masing-masing. Bisa jadi boleh ditampakkan di depan bapak, sementara tidak boleh ditampakkan di hadapan anak tiri. [Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Qurtubi, 12/232]

Setelah membawakan keterangan Qurthubi, Syaikh Muhammad Soleh Munajid menyatakan:
Berdasarkan hal ini, wajib bagi seorang wanita untuk menutupi payudaranya ketika hendak menyusui anaknya, pada saat ada salah satu mahramnya.

Batasan aurat seorang wanita muslimah di depan wanita kafir

Sebagian ulama berpendapat bahwa seorang wanita muslimah tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada selain muslimah, karena lafazh أو نسآئهن yang tercantum dalam surat an-Nuur ayat 31 adalah dimaksudkan kepada wanita-wanita muslimah. Oleh karena itu, wanita-wanita dari kaum kuffar tidak termasuk ke dalam ayat tersebut, sehingga wanita muslimah tetap wajib untuk berhijab dari mereka. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284), Tafsir al-Qurthubi (no. 4625), Fat-hul Qaadir (IV/22) dan Jilbab Wanita Muslimah (hal. 118-119)]

Ada juga ulama yang berpendapat bahwa lafazh “أو نسآئهن bermakna wanita secara umum, baik dia seorang muslimah ataupun seorang wanita kafir. Dan kewajiban berhijab hanyalah diperuntukkan bagi kaum lelaki yang bukan mahram, sehingga tidak ada alasan untuk menetapkan kewajiban hijab di antara wanita muslimah dan wanita kafir. [Lihat Jaami’ Ahkaamin Nisaa’ (IV/498), Durus wa Fataawaa al-Haram al-Makki (III/264) dan Fataawaa al-Mar’ah (I/73)

Namun, pendapat yang paling mendekati kebenaran dan keselamatan -insya Allah- adalah pendapat pertama, karena pada awal ayat tersebut (Qs. An-Nuur: 31), Allah ta’ala memulai perintah hijab dengan lafazh وقل للمؤمنت yang artinya, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminah…“. Maka lafazh selanjutnya, yaitu أو نسآئهن lebih dekat maknanya kepada wanita-wanita dari kalangan kaum muslimin. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)

Batasan aurat wanita di depan para budak

Di dalam ayat di atas, disebutkan أو ما ملكت أيمنهن atau budak-budak yang mereka miliki…”, di mana maksud ayat ini mencakup budak laki-laki maupun wanita. [Lihat al-Mabsuuth (X/157]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa seorang budak boleh melihat majikan wanitanya (dalam hal ini maksudnya adalah bertatap muka) karena kebutuhan. [Lihat Majmuu’ al-Fataawaa (XVI/141)]

Jadi seorang budak diperbolehkan melihat aurat majikan wanitanya sebatas yang biasa nampak, dan tidak lebih dari itu. Namun perlu diperhatikan, budak tidaklah sama dengan para pembantu rumah tangga atau supir pribadi.

Batasan aurat wanita di depan orang yang tidak memiliki hasrat (syahwat) terhadap wanita

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan lafazh أوِ التبعين غير أولى الإربة من الرجال, , “Maknanya adalah para pelayan dan pembantu yang tidak sepadan, sementara dalam akal mereka terdapat kelemahan.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]. Maksudnya adalah orang-orang tersebut tidak memiliki hasrat terhadap wanita disebabkan usianya yang sudah lanjut, kelainan seksual (banci), atau menderita penyakit seksual (impoten/lemah syahwat). [Lihat Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/165)]. Jika melihat realita pada zaman sekarang ini, orang-orang tersebut memang tidak akan berhasrat kepada wanita, namun mereka memiliki kecenderungan untuk menceritakan keadaan kaum wanita kepada orang lain yang memiliki hasrat kepada wanita, sehingga dikhawatirkan akan timbul fitnah secara tidak langsung. Oleh karena itu, hendaklah para wanita tidak membuka aurat mereka, kecuali yang biasa nampak darinya.

Batasan aurat wanita di depan anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita

Maksud lafazh أو الطـفـل الذين لم يظهروا على عورت النسآء adalah anak yang masih kecil dan tidak mengerti tentang keadaan kaum wanita dan aurat mereka. Anak yang belum memahami aurat, tidak mengapa bila dia masuk ke ruangan wanita. Adapun jika anak tersebut telah memasuki masa pubertas atau mendekatinya, di mana dia mulai mengerti tentang semua itu, dan dapat membedakan antara wanita yang cantik dan yang tidak cantik, maka dia tidak boleh lagi masuk ke dalam ruangan wanita. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]

*copas catatan kajian ilmu syar’i

Menghadapi Khilafiyah


14/09/15

Ketika saya bingung tentang sesuatu hal dalam agama, ada yang membolehkan, ada yang tidak; begini jawaban dari guru saya:

Hampir di semua hal dari yang sepele hingga serius, ada perbedaan pendapat (khilafiyah). Jadi usahakan keluar lah dari khilafiyah itu. Caranya: ikuti hadits yg shahih, adakah sahabat melakukannya.

Bagi yang mengamalkan insyaAllah mendapatkan pahala, karena haditsnya shahih. Bagi yang tidak mengamalkan, itu pilihan mereka untuk tidak mendapatkan pahala dari mengerjakan sunnah. Simple saja, kan?

Living in KL: Yay or Nay?


28/09/14

Absolutely “Yay” lah yaa.. 😀

Major point tentu karena lokasinya yang dekat dengan tanah air. Mana tiketnya murah lagi. Bayangkan, sampai dengan bulan ini, saya sudah 4 kali mudik, sodara-sodaraa.. Bulan depan ada term break bakal mudik lagi.. Jiahahahaa.. Kebetulan juga kok pas banyak urusan di tanah air, jadi sering mudik deh.. Contohnya kemarin perpanjang SIM. Maklum supir, lesen kudu aktif. Kebayang deh kalau masih di Abud, nggak mungkin banget pulang jauh-jauh buat perpanjang SIM doang.. Relain aja mati itu SIM-nya 😀 Padahal kalau udah kelewatan, harus bikin baru lagi.. Capedeeh..

Well, makanya ekspat kita di sini pada betah-betah, yaa.. Jarang yang cuma 1-2 tahun, kecuali kontrak memang sudah habis. Kerasa banget sih sebabnya. Malahan teman-teman yang rumahnya di Jakarta, kadang kalau lagi kangen, wiken aja mudik.. Ckckck.. Udah ibarat pekerja long distance deh, yang kerja di Jakarta, wiken pulang ke rumah di luar kota. Sama-sama perjalanan 2 jam aja naik pesawat, kan. Tapi gaji dollar lho.. Hihihi..

Jadi setelah puas bertualang di gurun pasir, bisa dipertimbangkan pindah ke sini untuk waktu yang agak lama. Apalagi bagi yang suka homesick 🙂 Saya doakan semoga bisa pindah kerja ke negeri tetangga ini. Tapiii…di manapun negaranya, asal berkumpul bersama keluarga adalah yang terbaik. Setuju?

Update 12/09/14: Perkumpulan Ibu-ibu Indonesia di Abu Dhabi


12/09/12

Banyak yang bertanya, “Ada nggak sih perkumpulan ibu-ibu Indonesia di Abu Dhabi?”, “Bagaimana cara gabungnya?” dst… Jadi sekalian saja saya buat postingan berikut 🙂

Ada, perkumpulan ibu-ibu Indonesia di Abu Dhabi, misalkan Pengajian Rabiul Khair bagi yang muslim, atau pertemuan mingguan bagi yang kristiani. Nah, berhubung jumlah penduduk baru di Abud saat ini bertambah dengan pesat sementara pengajian itu biasanya diadakan bergantian seminggu sekali dari rumah ke rumah, maka MOHON MAAF untuk saat ini Pengajian RK tertutup untuk member baru 😦

Harap maklum, pengajian di sana diadakan secara sembunyi-sembunyi. Hanya pengajian yang memiliki ijin yang sudah disetujui pemerintah yang boleh diadakan. Mereka memang ketat sekali soal masalah ini, mengingat arab spring sedang marah di jazirah Arab. Saat saya di sana, jamaah rutin hadir di pengajian paling 50an orang, tidak terlalu mencolok. Paling banyak 70 orang. Namun saat ini, jamaah yang rutin hadir sudah mencapai sekitar 80an orang. Kalau sedang ramai, bisa 100an orang lebih. Bayangkan ada seratusan orang berbondong-bondong berkunjung ke satu unit apartemen saja, kira-kira bakal membuat sekuriti curiga dan menelpon pihak berwajib, nggak tuh 😀 Jadi pengajian yang diadakan di rumah/apartemen hanya khusus untuk member lama saja.

Tapiii.. Kabar baiknya, karena banyaknya jamaah, maka KBRI memfasilitasi pengajian ini supaya ibu-ibu penduduk baru pun dapat bergabung, setiap SELASA minggu ke-2 dan ke-4 pukul 10 – 1pm bertempat di KBRI.

Adalagi pengajian rutin bulanan untuk keluarga yang diadakan KMMI, waktu dan tempat diumumkan di milis KMMI. Bisa cek webnya http://www.kmmiauh.com

Untuk anak-anak, ada TPA setiap minggunya, diadakan di KBRI pada hari Kamis pukul 5-7pm.

Untuk kelas belajar mengaji Al-Qur’an indah dan tajwid, ada kelas tahsin untuk ibu-ibu setiap minggunya yang diadakan setiap hari Rabu bergantian di rumah/apartemen jamaah. Untuk pengajian ini masih terbuka untuk member baru karena jumlah jamaah belum banyak 🙂

Untuk acara-acara yang diadakan KBRI seperti bazaar, perayaan hari nasional, dll, bisa join facebooknya DWP KBRI Abu Dhabi.

Demikian sekilas info, semoga penduduk baru tidak bingung harus kemana jika ingin bertemu dengan teman-teman dari Indonesia 🙂

Tentang Jilbabisasi


Seperti yang saya copas dari artikel “Kerudung oh Kerudung!”
 

Mengapa harus berkerudung dan mengapa tidak harus berkerudung?

 
Bunga Eidelweiss (saya tidak tahu apakah ini nama aslinya, tapi kami sudah kopi darat setelah melalui perkenalan di fesbuk, teman dari seorang teman yang saya kenal di kampus), teman saya seorang gadis Melayu Malaysia, menyatakan dalam statusnya dengan berani kira-kira begini bunyinya, ”Memaksakan seseorang untuk menggunakan jilbab, sama buruknya dengan melarang orang menggunakan jilbab.”

Komentar yang panjang lebar dari banyak orang, termasuk saya, bertubi-tubi pada statusnya. Beberapa kalangan mengecam cara pandangnya, beberapa yang lain mendukung cara pandangnya. Saya sendiri termasuk yang mendukungnya. Bagi saya, segala sesuatu yang dipaksakan selalu berpotensi untuk berdampak buruk. Terutama jika dalam budaya setempat, ada cara-cara lain yang telah berabad-abad menjadi tradisi dalam mengenakan pakaian.

 
Tidak lama kemudian dalam suatu grup eksklusif yang ada kata Pluralis-nya dan kata Bhinneka-nya, selama seminggu terakhir bertubi-tubi beberapa anggotanya (yang juga sebagiannya ternyata adalah adminnya) menurunkan pernyataan-pernyataan dan semacamnya yang mengecam ”Jilbabisasi” antara lain sebagai perusak kebudayaan Indonesia yang orisinil.  Sementara itu, suatu Jumat pada bulan lalu (Maret) kalau tidak salah koran Republika menurunkan artikel-artikel khusus mengenai kewajiban jilbab. Yang pertama melihat dari sisi ”budaya” atau hak-hak individual dalam berpakaian dan yang lain melihat dari sisi ”syariat agama”. Keduanya tidak mungkin dapat dipertemukan. Saya ingat samar-samar bahwa salah satu dosen saya di The Islamic College, menyatakan adanya peraturan wajibnya wanita baik muslimah maupun bukan muslim mengenakan jilbab (atau menutup kepala dan rambut) saat berada di ranah publik di Iran antara lain karena menutup aurat dipandang tidak lagi dipandang sebagai persoalan hak individual, tetapi juga hak-hak bersama sebagai komunitas bahwa setiap individu memiliki kewajiban untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman dalam masyarakat, sedangkan menutup aurat dalam syariat Islam bertujuan untuk menjaga kehormatan, maka ia kemudian diperundangkan dalam tatacara berpakaian di negara tersebut – kira-kira begitulah yang saya tangkap dari syarahan beliau.

Saya menduga, dan hanya bisa menduga, bahwa tradisi masyarakat di negeri-negeri yang mewajibkan berkerudung dalam memandang ”menjaga kehormatan” sejak semula memang sangat berbeda dengan cara pandang masyarakat di belahan dunia lain yang memiliki cara khas masing-masing dalam menutupi tubuh maupun kepalanya. Maka di sinilah terjadinya ”benturan budaya” sekaligus ”benturan peradaban” yang tidak akan pernah ada habisnya.

Di dalam hal ini, saya tidak akan membahasnya dari sisi letterlijk atau harafiah tuntutan menutup aurat dalam agama Islam. Saya hanya berusaha menampilkan tulisan ini berdasarkan fenomena yang terjadi.
 
Kalangan yang mengecam jilbabisasi, mencurigai arabisasi di berbagai bidang, khususnya dalam berpakaian, dan menganggap pemaksaan jilbab merupakan adanya budaya yang melanggengkan patriarkat dan menggerus hak-hak perempuan dalam mengeksplorasi tubuhnya; Sedangkan kalangan yang mengkampanyekan jilbab,  terbagi, antara (1) yang berupaya memadukannya berusaha memenuhi tuntutan sesuai syariat yang diyakininya dengan tetap mengggunakannya dengan memodifikasi mode jilbabnya sesuai budaya lokal, serta (2) yang sepenuhnya menganggap syariat Islam yang benar adalah menutup aurat dengan niqab atau cadar dan budaya Indonesia adalah budaya buatan manusia yang tak perlu ditaati/diikuti. Perintah Allah tentang jilbab sama sekali tidak bisa diganggugugat.

Barangkali – dan ini benar-benar barangkali – sekitar 90 hingga 95 persen ulama atau rohaniwan Islam yang menyatakan bahwa menutup aurat dengan menggunakan jilbab bagi wanita muslim itu hukumnya adalah wajib, sedangkan sisanya menyatakannya sunnah.

Tetapi, masalah kerudung bukan semata-mata pengalaman masyarakat Muslim. Berikut ini saya kutip tulisan ”Jilbab dalam dunia Kristiani” oleh: Nathan Adam Abu Kheir, seorang penganut Kristen Ortodoks, yang diterjemahkan secara bebas oleh Chen Chen Muthahari (saya).

Merupakan kemunafikan bagi kalangan Kristen dan anak-anak sekuler mereka untuk menstereotipekan gagasan-gagasan Islami dan kaum Muslim mengenai feminitas dan penggunaan penutup kepala dll apabila ia ternyata merupakan tradisi kita sendiri. Beberapa tulisan-tulisan Patriarkis:

Ia telah diperintahkan bahwa kepala harus dikerudung dan wajah ditutup. Sebab ia adalah kejahatan bahwa kecantikan dapat menjadi jeratan bagi kaum pria. Juga tidaklah layak bagi seorang perempuan untuk berkeinginan tampil menyolok dengan menggunakan kerudung ungu (Clement dari Alexandria/Iskandariah, Bapa Gereja Awal, 195 M)

Jika kamu berada di jalanan, tutuplah kepalamu. Dengan mengerudungi itu, kamu dapat terhindar dari dilihat oleh orang-orang liar…Tundukkanlah wajahmu tatkala berjalan di khalayak umum, mengerudungi dirimu sendiri, sebagaimana menjadi seorang perempuan –  Konstitusi Apostolik (kompilas 390 M)

Kerudung semacamnya itu haruslah dikenakan dan adalah penting menutupi wajah seorang perempuan (Clement dari Alexandria, Bapa Gereja Awal, 195 M)

Dengan alasan apapun tidaklah dibenarkan seorang perempuan tidak ditutupi dan menampakkan bagian-bagian dari tubuhnya, janganlah sampai keduanya terjadi – kaum lelaki akan jadi terhasut untuk memperhatikannya, dan kaum wanita memikatkan dirinya sendiri ke hadapan mata para pria – (Clement dari Alexandria, Bapa Gereja Awal, 195 M)

Berkerudunglah wahai gadis perawan, jika kamu benar-benar perawan. Sebab kau pasti akan tersipu-sipu malu. Jikalau kamu perawan, ciutkanlah dari pandangan banyak mata, jangan biarkan seorang pun mengagumi wajahmu. Jangan biarkan siapa pun mengetahui keburukanmu. – [Tertullian (198 M) di dalam ungkapan ini ia juga mengargumentasikan bahwa berkerudung bukan hanya untuk wanita bersuami tapi juga para gadis perawan]

Ia mewajibkan para gadis perawan kita untuk berjilbab dari waktu ke waktu bahwa mereka telah melewati titik balik dari usia mereka. Ketaatan ini diperlukan bagi Kebenaran (Tertulillan, 207 M)

Pakaian yang mewah yang tak dapat menyembunyikan bentuk tubuh bukanlah pakaian (yang menutup aurat). Sebab pakaian semacam itu, tampil ketat di tubuh, memperlihatkan bentuknya dengan mudah. Menempel di tubuh seolah ia adalah daging, ia memperoleh bentuknya dengan garis-garis pada bentuk sang perempuan. Sebagai hasil, seluruhnya membuat tubuh tampak jelas bagi yang mengamati, meskipun mereka tidak melihat tubuh itu sendiri. (Clement dari  Alexandria,  195 M)

Perempuan pada sebagian besarnya bersepatu. Sebab tidaklah pantas mereka bertelanjang kaki. Lagipun, perempuan adalah makhluk yang lembut, mudah tersakiti (Clement dari Alexandria 195 M)

Perempuan dan laki-laki haruslah ke gereja dengan pakaian yang sopan, dengan langkah yang alami, mencakup keheningan….Biarkan perempuan menaati ini, lebih jauh lagi: Biarkan mereka secara penuh terselubung, kecuali dia berada di rumah. Bahwa gaya berpakaiannya adalah serius dan melindunginya dari ditatap. Dan dia tidak akan pernah jatuh (dalam dosa), bagi yang memandang matanya dengan sederhana dan kerudungnya. Juga tidaklah ia akan jatuh ke dalam dosa dengan menutupi wajahnya. Sebab ini adalah harapan dari Sang Kalimat, sejak ia menjadikan baginya bersembahyang dengan berkerudung.(Clement dari Alexandria 195 M)

Pertama-tama, kemudian, para saudari yang diberkati, hendaklah kamu mengindahkan bahwa kamu tidak menerima untuk mengenakan sesuatu yang mencolok perhatian dan mengenakan dan berpakaian cabul. (Tertullian 198 M).

[Lihat:(http://natebookexodus.blogspot.com/2011/01/early-christian-hijab.html)%5D
 
Lebih jauh lagi, masyarakat Yahudi, khususnya kaum Ortodoks Yahudi seperti kaum Hasidic, juga menganjurkan kaum wanitanya, terutama yang sudah menikah, untuk mengenakan kerudung yang lazim disebut “tichel” bagi kaum wanitanya. Cara berpakaian sangat diatur dalam kalangan Yahudi, yaitu “tzniut”, yang antara lain laki-laki maupun wanita dianjurkan atau bahkan wajib menutup kepalanya. Dalam sejarah, mereka yang berhijrah ke negeri-negeri yang memiliki kecenderungan anti-Semit, mau tidak masyarakat Yahudi-nya bertaqiyah dengan memodifikasi cara berpakaian mereka, apakah mengenakan topi atau memakai wig bagi wanitanya. Melihat model atau gaya “tichel” yang sederhana, kita bisa memastikan bahwa cara-cara menutup kepala, khususnya bagi perempuan, bukanlah pengalaman atau budaya yang khas Timur Tengah saja.

Sebagai contoh, di India dan di China, suku-suku di pedalaman terpencil mereka banyak yang “mewajibkan” penutup kepala bagi wanitanya padahal agama atau keyakinan mereka bukan Islam, Kristen atau Yahudi. Sangat menarik, mengapa wanita-wanita suku-suku di pedalaman itu juga mengenakan tutup kepala yang khas, dan unik, yang menutupi rambut indah mereka?

Tampak yang paling mengherankan, adalah orang-orang yang mengkritik keras jilbabisasi dan menyayangkan hilangnya budaya lokal Indonesia, dalam waktu yang sama tidak mengkritik cara berpakaian wanita masa kini yang mengenakan kaos you can see berpadu blazer, rok mini berpadu stoking, atau kaos kasual berpadukan celana jins dsb yang sama sekali bukan pakaian asli nenek moyang Indonesia. Kalau memang mereka jujur, dan memang mereka benar-benar mencintai budaya Indonesia yang orisinil seperti yang mereka gembar-gemborkan, saya hendak melihat mereka mengenakan kebaya dan batik sehari-hari, atau pakaian adat daerah mereka masing-masing dalam kesehari-harian mereka, entah itu pakaian ala Kalimantan yang menarik, songket yang berwarna-warni, pakaian ala Papua, atau yang lainnya.
 
Sejauh ini kalangan Kristen, khususnya Ortodoks, mengakui bahwa penggunaan kerudung yang saat ini masih wajib dikenakan saat memasuki gereja, adalah tuntutan liturgi atau tata cara ibadah mereka. Dan ini, sama dengan kaum muslim yang jika hendak sembahyang harus menutupi auratnya, dalam hal ini perempuan wajib mengenakan selubungnya (baca: mukena, kalau di Indonesia).  Di negara-negara Timur Tengah, barangkali tidak ada mukenah karena di sana wanita sudah otomatis mengenakan pakaian yang memenuhi syarat untuk langsung melakukan sholat. Sementara itu di kalangan Katolik, beberapa biara tradisional masih memiliki aturan berpakaian bagi para biarawati, yaitu “habit of a nun” yang merupakan “sign of consecration”. Dalam hal ini, kalangan yang mengecam jilbabisasi, menganggap para biarawati berhak memakai jilbab karena berbagai alasan, seperti bentuk dari pengabdiannya yang membedakannya dari orang awam. Apapun itu, bagi mereka, adalah sangat sangat berbeda jika kaum muslimah yang awam pun diwajibkan berjilbab.

Berikut ini adalah tanggapan-tanggapan pribadi saya tentang “kerudung” atau “jilbab” sebagaimana yang tertuang dalam (yang saya telah edit) http://www.facebook.com/note.php?note_id=494080224418&comments

Bagi saya terdapat makna-makna spiritual dalam level lahiriah maupun batiniyah dalam hal menggunakan kerudung bagi seorang perempuan, terlepas apakah itu dianggap sebagai sesuatu wajib, sunnah atau tidak perlu; Namun, bagi yang tidak pernah mengenakannya dan tidak mengenakannya dengan Kesadaran (di sini maksudnya adalah Consciusness, bukan semata-mata memahaminya sebagai kewajiban atau soal syari’i),  kemungkinan tidak akan pernah mampu menjangkau/memahaminya. Hal ini pernah disampaikan juga oleh Sister Gerardette Phillips dalam salah satu kuliahnya mengenai seorang biarawati santo yang berkerudung dalam suatu lukisan. Dalam tradisi sufi, terkait dengan Bunda Maria  yang senantiasa muncul dalam rupa berkerudung pada lukisan-lukisan tradisional, hal ini bukan hanya secara tradisi beliau alaihissalam mengenakan kerudung secara fisik, atau lahiriahnya demikian, tetapi juga ada makna mistikal yg terkandung di dalamnya.

Penggunaan kerudung atau jilbab yang kemudian dijadikan sebagai stereotipe Islam dan kaum Muslim fanatik/tradisional agaknya kemudian disalahtafsirkan oleh kedua belah pihak, baik pemakai jilbab maupun penstereotipe itu. Pertama, apakah menutup aurat (dalam kasus perempuan adalah jilbab/kerudung) merupakan kepentingan individu atau publik?
 
Jika jawabannya adalah semata-mata hak dan kepentingan individu, maka tidak ada aturan dalam berpakaian. Kita harusnya bisa bertelanjang sesuka hati kita. Ternyata kita hanya dibenarkan bertelanjang di tempat sangat privat di norma masyarakat mana pun. Bahkan, di Papua, tidak bertelanjang bulat kan, selalu ada bagian yg ditutupi?
 Jika jawabannya adalah adanya baik hak dan kepentingan individu maupun masyarakat, maka haruslah disesuaikan dengan kultur dan batasan-batasan masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan itu.

Saya melihat Bapa-bapa perdana  Gereja memakai landasan yg kedua. Jadi ini bukan hanya suatu tuntutan liturgi, tetapi tuntutan kultur dan geografi saat itu, yg mana tidak bertentangan bahkan mendukung ajaran Alkitab untuk melindungi kehormatan baik laki-laki maupun perempuan.

Kedua, mereka yang mengusung kampanye wajib mengenakan jilbab/menutup aurat seperti di Acheh justru meletakkan pada landasan pertama, yaitu bahwa hak sekaligus kewajiban bagi seorang muslim untuk menjalani sesuai syariat (dalam hal ini sebenarnya fikih) Islam yaitu berjilbab, tanpa memperhatikan bahwa bagi pemeluk agama-agama lain hal ini bukan fikih mereka.

Semangat mereka kemungkinan sekali, politis. Fitur “jilbabisasi” disamakan dengan “Islamisasi”. Ini juga salah kaprah sebab mereka membenturkan diri pada kultur-kultur yang asing dengan model menutup aurat yang lazimnya justru sangat kental kultur impornya (baca: Arabisasi). Akibatnya tidak sedikit yang menentang, yang lain karena takut dianggap sesat dan tidak Islami, menurut begitu saja. (Maksud saya, model menutup aurat tidak mesti memakai jilbab ala Arab, Iran, atau Turki – kecuali jika memang model yang semacam ini memang minat atau keinginan si pemakainya).
 
Sebagai contoh, sejak Islam masuk ke Nusantara, pakaian melayu untuk perempuan mulai menjadi lebih longgar dan panjang tanpa membatasi gerakgerik mereka ke sawah, wanita Jawa mulai mengenakan kebaya, tidak lagi hanya berkemben, dan istri para kyai mengenakan selendang bukan jilbab ala Arab, atau wanita di Bima sudah biasa mengenakan kerudung dengan sarung atau kain batik khas Bima untuk menutupi kepala mereka.
 
Mengapa hal ini terjadi? Apakah hal itu dulu terjadi karena Arabisasi atau Islamisasi atau apa? Perlu diingat, bahwa aturan berpakaian merupakan salah satu perpanjangan dari aturan-aturan dalam 10 Perintah Allah yang masih ditekankan khususnya pada tiga iman Ibrahimiyyah, antara lain terkait erat dengan aturan ”Jangan berzinah”, dan ”Jangan menginginkan hak orang lain.” Kemungkinan besarnya, masyarakat lokal Indonesia mulai menyerap pandangan-pandangan baru mengenai menjaga kehormatan perempuan dan laki-laki, yang dahulunya biasa bertelanjang dada, dan kemungkinannya zina tidak memiliki sangsi, maka modifikasi-modifikasi pun dilakukan dan batasan-batasan kesopansantunan dalam cara berpakaian pun mulai berubah menyesuaikan diri dengan iman yang dianut. Tetapi, sejauh yang tampak dari masa lalu, pakaian nenek moyang dan nenek-nenek kita sama sekali berbeda dengan yang ada di Arab, Iran, atau Turki. (Saya ingat nenek saya seorang aktivis Aisyiah, tidak memakai jilbab, hanya pada saat-saat tertentu mengenakan kerudung selendangnya, tapi tetap berkebaya dan berkain)

Tapi bagaimana dengan saat ini? Apakah jilbab justru menjadi alat kapitalisme dengan jilbabisasi atas nama agama dengan politisasinya ini? Di samping aturan yang mewajibkan jilbab mulai mewabah di mana-mana, industri jilbab juga menjamur, dan harga pakaian yang panjang menutup aurat justeru mahal bukan kepalang.  Padahal esensi lain menutup aurat adalah ”kesederhanaan”nya, seperti juga ”tziniut” dalam pandangan Yahudi.
 
Adalah lebih penting bagi saya, yang menggunakan jilbab sejak berumur 17 tahun, akhirnya baru dapat memahami setelah memandangi wajah Bunda Maria dalam berbagai lukisan tradisional, jika memang dapat dimaknai dalam konteks yg sama, sebagaimana dalam konteks Gereja Ortodoks yakni wajibnya menggunakan kerudung saat beribadah dalam gereja, maka apabila seorang muslimah berkerudung atau menutup auratnya, itu karena dia menyadari sepenuhnya bahwa seumur hidupnya adalah sebuah liturgi – melangkah lebih jauh dari sekadar itu suatu kewajiban atau bukan, tren atau bukan, menjaga dirinya atau bukan – dan lebih jauh lagi sebagai suatu jalan penghambaan (mencatut istilah Quito Riantori) sebagaimana para biarawati tradisional dengan ”habit”nya, karena arti Islam adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah, damai dalam kehendak-Nya.

Dalam pandangan spiritual, jilbab (yang fisik) juga tidak lagi “dipandang perlu” karena “hati yg telah bersih” tidak akan terkelirukan oleh yang mana yang akan menimbulkan ketercelaan dan yang mana yang tidak; hati yang bersih telah terpaut kepada Allah semata. Apakah seorang nabi atau imam maksum akan berpikir cabul saat terlintas seorang wanita berpakaian tak senonoh di hadapannya? Tentu tidak. (Dan perkara ini bisa jadi dikritik habis-habisan oleh mereka yang membenci Islam dalam kasus poligami)
 
Masalahnya tidak semua orang (laki-laki) berada dalam tingkatan spiritual ini (saat melihat perempuan yang berpakaian seksi), bahkan seorang perempuan yg mengenakan jilbab belum tentu dalam tahap spiritual ini, justru karena mereka sebatas memahaminya sebagai kewajiban semata – karena misalnya takut masuk neraka….Jadi, bukan semata feminis liberal yang terkelirukan, tapi juga sebagian besar pemakai (yang mana setiap orang memulainya dari memandangnya sebagai kewajiban) yang hanya berhenti sampai tahap kewajiban…Ini juga bukan berarti salah.

Jadi pandangan terhadap jilbab dan bukan jilbab itu juga, mengenai kendali dan tidak dapat dikendalikan, tidak sepenuhnya salah. Seperti kutipan di atas:

“Perempuan dan laki-laki haruslah ke gereja dengan pakaian yang sopan, dengan langkah yang alami, mencakup keheningan….Biarkan perempuan menaati ini, lebih jauh lagi: Biarkan mereka secara penuh terselubung, kecuali dia berada di rumah. Bahwa gaya berpakaiannya adalah serius dan melindunginya dari ditatap. Dan dia tidak akan pernah jatuh (dalam dosa), bagi yang memandang matanya dengan sederhana dan kerudungnya. Juga tidaklah ia akan jatuh ke dalam dosa dengan menutupi wajahnya. Sebab ini adalah harapan dari Sang Kalimat, sejak ia menjadikan baginya bersembahyang dengan berkerudung.(Clement dari Alexandria 195 M)”
 
Dalam pandangan sufi, Jika orang memiliki niat dan pikiran buruk niscaya saat menatapi wanita yang berjilbab pun apa yang dikatakan si feminis liberal juga akan berlaku (Biasanya menurut mereka, pakaian bukan satu-satunya alasan terjadinya pemerkosaan atau tidak. Orang yang berjilbab belum tentu aman dari peleceh, pemerkosa dan pencabul. Ya itu ada benarnya juga, saya sendiri mengalami pelecehan berkali-kali, dalam tingkat yang sederhana, walau mengenakan jilbab yang sangat lebar).

Dalam hal liturgi, atau ibadah, perempuan menyelubungi dirinya berusaha seperti Maria yang menyelubungi dirinya berlapis-lapis, baik secara literal atau melampaui literal maknanya,  seperti yang tertuang dalam Fusus al-Hikam karya Ibnu Arabi; ia bukan hanya merupakan menjaga diri dari mengambil perhatian orang lain yang juga sedang beribadah (dalam hidupnya – bagi orang yang taat beragama apapun, hidup adalah ibadah baginya), tapi juga bagi pemakainya sendiri, yaitu melunturkan keEgoan dirinya, bahwa dia bukan siapa-siapa, kecantikan dirinya tidak hakiki, tidak nyata, dan karena itu tak ada gunanya diperlihatkan dengan bangga. Bisa dikatakan: ”Biarkan orang lain tidak melihatmu sama sekali. Seperti halnya Maria dan Fatima yang selalu terselubung. Biarkan hanya Tuhan yang melihatmu (telanjang), bukan manusia yang berhak, malahan biarkan hanya Tuhan yang memandang-mu dan orang lain tidak tahu dan tidak melihat dirimu, karena kamu bukan siapa-siapa. ”
 
Dalam liturgi agama manapun, sangat ditekankan melunturkan ke-aku-an sebab sesungguhnya hanya Aku-Yang-Sejati itulah yang Mutlak, itulah sebenarnya yang dimaksudkan dalam ”aku bersaksi bahwa tiada tuhan (yang layak disembah) selain Tuhan Yang Hakiki, Yang Mutlak, Allah, (yang satu-satunya layak disembah).” …Kata-Nya dalam Alkitab, ”Akulah Allah, Tuhanmu.”

Jadi, haruskah memakai kerudung atau tidak, bagi yang melihatnya dalam konteks beragama, agaknya harus dikembalikan kepada kesadaran Aku-Yang-Sejati ini, dan dalam konteks budaya, agaknya harus dikembalikan kepada konteks apakah berpakaian merupakan semata-mata hak individu dan hak ekspresi pribadi, ataukah ia ada kaitannya dengan hak-hak masyarakat dan kewajiban individu untuk masyarakatnya.

Tiba-tiba jadi teringat, sebelum masuk kantor imigrasi, saya membaca larangan tidak boleh memakai celana pendek bagi tamu atau mereka yang mau masuk ke dalam kantor imigrasi. Sama seperti aturan tidak boleh memakai sandal jepit saat bekerja atau kuliah. Ada pula anjuran di ATM, jangan memakai helm dan masker – bisa berarti anjuran ini harus berlaku pula bagi mereka yang memakai niqab atau cadar, terlepas dari adanya sanksi atau tidak, dan apakah hal ini sesuai dengan hak-hak asasi atau tidak.

Yang pasti, saya lebih setuju dengan status Bunga Eidelweiss yang saya tulis di awal artikel ini. Jika seseorang mengaku pluralis dan liberal, tidak perlu seseorang mengolok-olok dan menghina orang-orang seperti saya yang mengenakan jilbab, hanya karena alasan penggerusan budaya Indonesia, atau alasan-alasan lain yang mengesankan saya dan yang lainnya taklid buta kepada aturan yang mengekang kebebasan perempuan, melanggengkan dominasi lelaki, dan semacamnya. Kritik dan olok-olokan sangat jauh berbeda – yang pertama dinyatakan dalam bahasa yang santun walaupun pedas, ditujukan kepada praktek-praktek yang menyimpang dari nilai-nilai luhur kemanusiaan, dan yang kedua dinyatakan dalam bahasa bias, merendahkan, kasar, dan cenderung meyakinkan bahwa jilbab adalah praktek khas Arab atau Semit, dan semacamnya,  serta hanya mengungkap sisi negatifnya tanpa bersedia melihat sisi-sisi lain yang lebih positif!

Barangkali yang sebenarnya pluralis dan liberal adalah para darwis yang tidak hendak memaksakan siapa saja harus begini dan begitu, juga tidak mau mengolok-olok dan merendahkan pilihan orang lain dalam beragama atau tidak beragama, dan memberikan kebebasan mutlak dalam menjalankan hidupnya mau bagaimana. Para darwis selalu yakin akan rahmat Tuhan yang maha luas, yang menjangkau yang atheis maupun yang saleh, yang melampaui daya pikir kami. ”Hakikat” kita bukanlah apa yang kita pakai, dan bukan pula apa yang tampak di hadapan kita/anda.

Barangkali – ini hanya barangkali – Pluralis sejati adalah mereka yang menerima dengan ikhlas realitas pluralitas, dalam konteks ini bagi mereka pluralitas sebenarnya adalah semu, bukan semuanya benar, melainkan hanya Yang Satu yang Benar, yang Nyata,  dan Absolut; sedangkan Liberal sejati dalam konteks ’liberation’ atau pembebasan diri dari yang segala yang semu, yang telah berhasil bebas dari segala bentuk kemelekatan, yakni mereka  yang telah mencapai kemerdekaan sejati – yang menyadari hakikat kemanusiaannya. Wallahualam bissawab.

 

________________________________________________________

Catatan kaki:

* Wanita Yahudi ortodoks seperti Hasidic yang telah menikah diwajibkan untuk menutup rambutnya, setelah ditutup dengan kain, biasanya mengenakan wig, atau kain yang bernama tichel, atau bandana, dsb. Jadi praktek menutup aurat terutama kepala dan rambut, bukan monopoli masyarakat Muslim dan juga masyarakat Semit. Maka, adalah tidak fair jika ada yang menyerang praktek jilbab kaum Muslim dengan ungkapan “Mengapa kamu menutup kepalamu, ada apa?” maka kami pun bisa saja bertanya, “Mengapa kamu membiarkan kepalamu terlihat, ada apa?”

 

 
 

 

 

 

Almost a Year in KL: What I Dislike


Nggak terasa sudah hampir setahun!
Berikut hal-hal yang nggak banget dari tinggal di KL:

| Deposit
Segala hal butuh deposit, dari rumah hingga sekolah, bahkan sampai hal kecil semacam galon air minum dan langganan paket data untuk tablet 😦

| Susahnya cari masjid
Kalau dalam perjalanan sih nggak masalah, di pom bensin atau rest area selalu ada surau. Tapi kalau mau sholat jamaah atau sholat tarawih, harus naik kendaraan untuk pergi ke masjid. Idealnya ya cari tempat tinggal dekat masjid.

| Susah air
Serius, ini masalah kok sama kayak kampung halaman. Bagi yang tinggal di KLCC sih nggak masalah, tapi di luar itu, jika sedang musim susah air bisa dipastikan dapat pemadaman aliran air bergilir. Minimal satu hari dalam sebulan nggak ada aliran air. Pinggir kota lebih parah, bisa dua hari dalam seminggu nggak ada air. Siap-siap menampung air hujan deh.

| Kabut asap
Bisa karena kiriman dari Indonesia (disebabkan kebakaran hutan atau buka hutan yang dilakukan perusahaan yang dimiliki warga Malaysia juga) atau kebakaran hutan/ladang yang terjadi di Malaysia sendiri. Kota jadi gelap dan seperti berkabut, bernafas jadi terasa berat. Senangnya sih sekolah bisa diliburkan, tapi nggak bisa kemana-mana juga jadi ya sama aja dong. Jika parah kadang penutupan airport bisa terjadi juga. Kalau di Abud ada sandstorm, di sini ada kabut asap.

| Kriminalitas
Lebih kurang mirip sama Indonesia. Jambret motor yang mengincar tas yang diletakkan di sisi pengemudi mobil yang sendirian, terutama lady driver. Dua orang rekan sudah jadi korban. Ekstra hati-hati bagi yang nyetir sendiri kemana-mana.

| Barang-barang mahal
Nggak seperti di negara-negara GCC yang tax free, harga barang di sini mahal, 11/12 sama Indonesia deh. Maklum, kena pajak. Furnitur, elektronik, mobil misalnya, jauh lebih murah di GCC. Malah harga mobil lebih murah di Indonesia daripada di Malaysia. Mereka menetapkan pajak tinggi untuk mobil impor dengan harapan meningkatkan pasaran mobil lokal. Berhasil sih, mobil dengan merek-merek lokal yang murah menjadi favorit pengguna kendaraan di sini.