Hello Emirates!

Setelah melalui perjuangan berliku urusan atestasi dokumen, akhirnya kami tiba juga di kota di atas pasir ini, walaupun sampai saat ini belum pernah ketemu gurun padang pasir di kota Abu Dhabi (AD). Seperti layaknya kota-kota besar lainnya, pemandangan di AD adalah gedung-gedung pencakar langit, jalanan yang terstruktur rapi beserta mobil-mobil mewah bersliweran dengan kecepatan tinggi. Ngebut memang salah satu ‘masalah’ di kota ini—dengan angka kecelakaan yang cukup tinggi, berada di jalan raya untuk menyeberang saja rasanya betul-betul mengerikan. Meskipun sudah menyeberang di zebra-cross, tapi mobil-mobil ini tidak ada yang mau mengalah kepada pejalan kaki. Kitalah yang mau tidak mau harus mengalah, rela menunggu sampai betul-betul sepi kalau tidak mau tertabrak mobil. Penyeberangan underground hanya di tempat tertentu dan tidak semua zebra-cross berada tepat di persimpangan ber-lampu lalu lintas. Tapi jangan nekat menyeberang sembarangan ya. Banyak polisi menyamar yang bertugas di jalan, siap menangkap pejalan kaki bandel. Kalau tertangkap, Emirates ID kita disita dan disuruh ambil dengan denda 150 DHS 😉

Bedanya dengan kota-kota di negara lain tentunya adalah udaranya yang ‘hangat’ dan pohon-pohon kurma yang menghiasi tepi jalan. Pantainya berpasir putih dan bersih. Namun di saat musim panas begini, jangan harap deh pergi berjemur dan bermain pasir di pantai kecuali rela dipanggang sinar matahari. Tapi anehnya ya ada saja 1-2 keluarga yang bermain di pantai di kala matahari sedang mencium AD. Mal keren buat ngeceng juga banyak, sayangnya taman dan playground hanya banyak di sekitaran Khalidiya dan Corniche.

Soal Makanan

Soal makanan, terdapat 2 restoran Indonesia yaitu Sari Rasa yang bercita rasa Padang dan restoran Bandung, yang menunya macam-macam, mulai dari bakso, mie ayam, martabak, dll. Soal rasa, katanya sih ‘daripada nggak ada’ *nyengir lebar sekali*. Aku sendiri belum pernah coba karena suami emoh diajak ke sana. Katanya, ngapain cari masakan Indonesia lagi? Rupanya dia belum patah semangat berburu masakan Asia di AD yang rasanya jauh dari mirip *mungkin karena a la foodcourt?* Nanti jika sudah ke sana, akan aku tulis lagi review-nya. Ada juga katering oleh orang Indonesia yang mukim di sini, semisalnya ingin pesan bakso, pempek atau siomay serta masakan lainnya tidak perlu kuatir, ada kok.

Setelah sidak ke beberapa hypermarket seperti Carrefour dan Lulu, kondisinya juga tidak terlalu memprihatinkan bagi orang Indonesia—kecuali masalah harganya saja yang mahal. Sayur mayur seikatnya di supermarket tidak sampai 1 DHS. Bumbu dapur cukup lengkap, seperti pekak, jinten, cengkeh, kayu manis bahkan sampai cabe kering dan bunga pala pun tersedia. Rempah-rempah seperti jahe, laos, kunyit, kunci, serai dan daun jeruk, merupakan produk impor dari Thailand, juga tersedia. Hanya beberapa rempah seperti kencur, lempuyang, daun salam yang sepertinya tidak ada. Kemiri pun tidak ada, tapi bisa dibeli di Kedubes RI atau toko bahan makanan Indonesia, namanya Alfamart, dengan catatan masih ada stok. Maklum barang langka, cepat habisnya. Gula jawa juga tidak ada, aku pakai jaggery sebagai penggantinya. Mirip, tapi gula jawa manisnya lebih legit. Santan Kara juga ada, hanya kok packingnya 1 liter. Merk lain juga ada, tapi kok ada pengawetnya… Jadi ragu-ragu. Santan bubuk juga ada, bebas mau pakai yang mana. Tahu dan tempe juga ada. Kalau tempe harus beli di Kedubes atau Alfamart, tahu ada di supermarket seperti Green House atau Choitram. Indomie, kecap manis, kecap asin, juga ada—yang sempat terlihat produknya Indofood.

Oiya, di sini tidak ada saos sambel pedas botolan! Perlu diingat bagi penggemar saos sambel agar membawa saos sambel favorit dari Indonesia. Bahkan di restoran fast (junk) food pun hanya menyediakan saos tomat… Apa enaknya makan fried chicken pakai saos tomat. Walaupun merknya sama-sama Heinz, tapi entah kenapa saos sambelnya tidak masuk AD. Akhirnya kami pun sampai membawa-bawa saos sambel sendiri jika sedang ingin makan ayam goreng. Junk food seperti McD, KFC, Popeye, Pizza Hut, Domino’s Pizza, Subway, Dunkin Donut juga ada. Paket fried chicken isi ayam, kentang dan minuman harganya 25rb-an. Outlet yoghurt, shawarma (kebab), beef steak, Cold Stone, Baskin Robbins; adaaa. Café ala Italia? Ada. Yang nggak ada, warung bakso. Di food court mal ada beberapa outlet fast food Thailand dan Cina. Sayangnya tidak ada restoran Vietnam yang menjual Pho-noodle… Semoga belum ketemu saja *ngarep*.

Soal nasi dan lauk-pauk juga cukup berlimpah, asal tidak kuatir harganya. Berah putih, merah, bahkan beras basmathi untuk nasi biryani pun tersedia. Maklum, banyak imigran India di sini. Beras Thailand lebih mahal tapi rasanya kira-kira mirip beras paling enak di Indonesia, sekitar 50ribu rupiah untuk 2kg. Ah, beras putih lokal keluaran Lulu pun tidak jauh beda rasanya, 35rb/kg. Daging dan cumi sekitar 90-100rb/kg, udang sekitar 75rb/kg. Ikan seperti ikan Salmon, harganya malah lebih murah daripada di Indonesia, sekitar 125rb/kg. Ikan kembung juga sekitar 30rb/kg. Jenis ikan lain juga cukup banyak, hanya saja belum pernah coba. Ikan favorit kami selain Salmon adalah Nile Perch, rasa dan teksturnya mirip ikan kakap putih serta tidak amis. Harganya sekitar 100rb/kg. Harga ayam tergantung bagian mana yang dijual, misalnya paha atas 1/2 kg sekitar 30rb/kg. Untuk satu ekor ayam ukuran 1.1kg, harganya sekitar 40-50rb.an. Oiya, daging impor asal India atau Brazil, harganya lebih murah daripada daging impor asal Australia atau New Zealand. Katanya sih halal juga. Contohnya untuk beef cubes 1 kg harganya sekitar 50rb.an vs 80.rb.an.

Buah-buahan lumayanlah variasinya. Buah tropis seperti rambutan juga ada. Harganya 25rb dan isinya tidak sampai sepuluh. Pemakan buah seperti aku tidak akan terlalu kecewa, pir, anggur, lychee, kiwi, plum, peach, nangka dan duren Monthong juga ada—asal siap dompetnya. Maklum saja, impor dari Thailand. Oiya, tidak ada minyak goreng kelapa sawit di sini! Siap-siap menggoreng pakai minyak canola *belagu* yang harganya juga mirip-mirip di Indonesia, sekitar 17 DHS untuk 2 liter minyak. Jadi bagi para pencari kerja bisa kira-kira ya, mau minta gaji berapa. Belum lagi soal sekolah nih…

Bagaimana dengan camilaaan? Penting bagi yang punya anak-anak nih. Well, Malkist Roma, Astor juga adaaa… Jauh-jauh ke AD yang dicari Astor. Lays juga ada! Tapi tidak ada rasa rumput laut kesukaan kita. Kalau sekedar biskuit coklat sih, banyak. Yang menyenangkan tentunya wafer Loacker ukuran besar harganya hanya 17rb!

Soal Barang-barang

Elektronik harganya beda tipis dengan di Indonesia, mungkin selisihnya antara ratusan ribu hingga sejuta rupiah. Tapi untuk serinya, di Indonesia lebih beragam. Mungkin karena di Indonesia pasarnya lebih besar. Furnitur juga harganya tidak beda jauh. Mau yang kelas menengah bisa ke Home Center. Produk murah meriah? Ayuuuk ke Ikea. Produk kelas atas? IdDesign di Mall Al-Wahda boleh dilirik. Semua produknya kece, tak salah ujar-ujar berkata kalau “uang tidak pernah bohong” atau “ada harga ada rupa”. Untuk produk pakaian, sayangnya tidak ada Metro atau Centro di mana bisa cari baju dengan harga hore. Pernah liat iklan Debenhams, tapi belum ketemu. Sepertinya kalau beli baju di Indonesia saja pas sedang mudik dan great sale. Baju muslim dan kerudung? Teteeup, Blok A Tanah Abang atau Thamrin City dong. Mari, memperkaya negeri sendiri dengan shopping dalam negeri *nasionalis mode on*. Tapi sekedar info, abaya di toko-toko abaya di daerah Hamdan sekitar 80 DHS untuk model biasa, sedangkan yang agak keren >100 DHS, sedangkan di Madinat Zayed dengan barang yang serupa, harganya bisa 3x lipat.

Pada waktu tulisan ini dibuat UAE juga sedang giat-giatnya summer sale. Soal harga sih 11-12 saja untuk merk seperti Zara, Mango dan Next kalau sedang diskon. Cuma kemarin Next gila-gilaan diskonnya, 75% + buy 1 get 2. Makanya yang belanja kalap. Sepatu Converse untuk toddler juga harganya 300rb-an, sama seperti di Indonesia. Toko mainan anak seperti ELC dan Toys R Us pun ada, harganya juga sama. Mini kitchen di ELC sekitar 2.5jt.

Odol merknya macam-macam, ukuran 120gr harganya mulai dari 10rb. Sabun cair termurah adalah merk Lifebuoy, ukuran 750ml harganya sekitar 50rb. Sampo Clear ukuran kecil 15rb.an. Sabun pencuci tangan sekitar 25rb.an. Sunlight 500ml harganya 15rb. Molto 1.5 liter harganya 40rb. Deterjen merk Ariel 1.5 kg harganya. Menurut suami, harga pembersih muka pria lebih mahal, 50rb.an untuk tube medium. Vaseline atau Nivea malah mahal. Ya pake Jergens aja sik! Seri Soothing Aloe Relieve-nya bener-bener maknyusss ademnya di kulit, cocok dipakai di negara yang cuacanya panas begini. Untuk perlindungan bibir kering Sebamed lipbalm harganya 17rb saja, sedang merk Lobello keluaran Beiersdorf yang juga memproduksi Nivea harganya 20rb, lip butter sekitar 25rb. Lainkali akan mampir ke Sephora-nya AD. Hmmm… Tapi jangan kuatir, yang ditulis di sini itu harga produk merk umum, selalu ada produk merk lain yang harganya lebih murah atau lebih mahal. Apalagi ya… Jadi kesimpulannya… Untuk harga barang, bisa dikatakan kalau harga-harga di sini 2x lipat di Jakarta. Untuk lebih asik mantengin harga barang, bisa cek tabel daftar harga barang kebutuhan di AD di web ini, tinggal klik ya.

Soal Tagihan Bulanan

Tagihan listrik dan gas, sepertinya tidak jauh beda dengan di Indoesia. Tagihan listrik dan air sekitar 200 DHS sebulan, gas juga 200 DHS sebulan. Mahalnyaaa… Di awal saya sempat menulis, tagihan gas sekitar 7 DHS. Tapi ternya si abang gas cuma asal mencatat saja, karena waktu datang menagih kebetulan kita sedang tidak ada di tempat jadi dia tidak bisa masuk ke dalam untuk melihat meteran. Tapi yang cukup terasa, soal internet! Di sini jarang sekali ada hotspot, bahkan di Starbucks pun tak ada. Berlangganan tv kabel + internet lumayan bikin merem-melek. Bandingkan dengan langganan Firstmedia yang abodemennya 285b/bln + 100rb untuk open all channels dan unlimited data internet, di sini bisa kena sekitar 1.7jt/bln. Tapi kalau mau yang asal ada western channel saja sih biayanya sekitar 750rb/bln. Untuk lengkapnya bisa googling ke webnya etisalat atau du—penyedia jasa langganan internet dan tv kabel. Lalu berlangganan Blackberry unlimited di Indonesia 100rb, di sini dengan harga 250rb hanya dapat yang limited data. Jadi agak iri dengan para Filipino dan India yang punya paket khusus Pinoy dan Hindi untuk tv kabel dan telepon genggam. Maklum, rata-rata pekerja di sini dari Filipina dan India, disusul Pakistan dan Bangladesh. Orang Indonesia katanya banyak, tapi di mana ya? Masih kalah sama Pinoy yang bahasa Inggrisnya memang lebih bagus, jadi gampang diterima kerja di mana-mana*sigh*.

Soal Kendaraan

Jadi apa yang murah di Abu Dhabi? Mobil! Jaguar 2009 seharga seratus juta rupiah sajaaa.. Siapa tau ya, pengen coba icip naik Jaguar, berasa Mayang Sari.. Hihihi.. Honda Accord seri terbaru model basic seharga 200 juta rupiah saja. Untuk perkiraan, bisa cek harga mobil di dubizzle.com. Harga bensin di sini kelasnya Pertamax Plus harga Premium.. Lumayaaan.. Tapi parkirnya, lima ribu rupiah per-jam. Parkir di mall, gratis.

Oiya, jangan tanya soal motor ya. Di sini nyaris tidak ada yang naik motor kecuali delivery service. Itupun motornya sekelas Honda Tiger. Jika ada yang naik motor, sudah pasti motornya sejenis Ducati alias motor balap. Tidak ada gerombolan motor di jalan seperti di Jakarta. Senang ya… Tentu saja! Karena motor-motor di Jakarta kan tidak ada sopan-sopannya di jalan.

Perbandingan Biaya Hidup Jakarta vs Abu Dhabi

20130426-145746.jpg

Sumber: Numbeo

Ah well, sepertinya semua sudah dibahas. Untuk sekolah dan apartemen akan dibahas di lain tulisan. Feel free to ask!

Note:
Maaf jika membingungkan antara rupiah dan dirham (AED/DHS). Sekedar info, kurang lebih 1 DHS = 2650 IDR atau googling currency converter untuk kurs terbaru.